PRAKTIK PERKAWINAN SAH SINTUA-TUA PADA MASYRAKAT MUSLIM KARO PERSPEKTIF ULAMA KABUPATEN DAIRI

Authors

  • Ahmad Yasir Sinulingga Prodi Magister Hukum Keluarga Islam Fakultas Syari’ah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Sumatera Utara
  • Ibnu Radwan Siddik Turnip Fakultas Syari’ah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Sumatera Utara
  • Heri Firmansyah Fakultas Syari’ah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Sumatera Utara

DOI:

https://doi.org/10.24843/KS.2025.v13.i09.p04

Keywords:

Praktik Perkawinan, Sah Sintua-Tua, Palding Jaya Sumbul

Abstract

Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji praktik perkawinan sah sintua-tua pada masyarakat Muslim Karo di Desa Palding Jaya Sumbul, faktor-faktor yang melatarbelakangi keberlanjutannya, serta perspektif ulama Kabupaten Dairi terhadap praktik tersebut. Penelitian ini menggunakan metode yuridis empiris dengan pendekatan sosiologi hukum. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan masyarakat Muslim Karo, pelaku perkawinan adat, dan ulama setempat, sedangkan data sekunder berasal dari peraturan perundang-undangan, Kompilasi Hukum Islam, dan literatur terkait. Analisis dilakukan secara kualitatif dengan menelaah fenomena sosial yang terjadi di lapangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian masyarakat Muslim Karo masih mempraktikkan perkawinan sah sintua-tua sebagai bagian dari tradisi adat. Praktik ini pada dasarnya diperbolehkan bila dilakukan antar sesama Muslim setelah akad nikah secara Islam, kemudian dilanjutkan prosesi adat. Dalam konteks ini, perkawinan adat dipandang sebagai ‘urf yang mubah, karena tidak bertentangan dengan prinsip syariat. Namun, permasalahan muncul ketika praktik tersebut dilakukan dengan pasangan berbeda agama. Masyarakat beranggapan bahwa adat tidak melarang pernikahan beda agama, sehingga tetap melaksanakannya meski bertentangan dengan hukum Islam. Faktor pendorongnya antara lain kehamilan di luar nikah, hubungan cinta beda agama, serta pernikahan di bawah umur. Menurut ulama Kabupaten Dairi, jika perkawinan sintua-tua melibatkan perbedaan agama, maka ia tergolong ‘urf fasid dan hukumnya haram. Selain itu, dari perspektif hukum positif, perkawinan adat ini tidak memiliki legalitas karena tidak tercatat di instansi berwenang. Dari sudut maqashid syari’ah, praktik ini bertentangan dengan hifz ad-din (menjaga agama) dan hifz al-nasl (menjaga keturunan), sehingga dinilai tidak efektif dan merugikan masyarakat Muslim Karo.

This paper explores the practice of sah sintua-tua marriage within the Karo Muslim community in Palding Jaya Sumbul Village, the reasons for its persistence, and the perspectives of Islamic scholars in Dairi Regency. Using an empirical juridical method with a sociological approach to law, the study draws on primary data from interviews with community members, traditional marriage practitioners, and local religious scholars, while secondary data are obtained from legislation, the Compilation of Islamic Law, and relevant literature. Data analysis was conducted qualitatively by examining social phenomena in the community. The findings indicate that some Karo Muslims continue to practice sah sintua-tua marriage as part of their cultural identity. When conducted between fellow Muslims, after a valid Islamic marriage contract and followed by customary rituals, the practice is viewed as mubah ’urf because it does not conflict with Islamic law. Problems arise, however, when it involves interfaith couples. Many community members believe adat does not forbid such unions, leading them to disregard Islamic prohibitions. Factors sustaining this practice include premarital pregnancy, strong emotional attachment between partners of different faiths, and underage marriage. According to scholars in Dairi Regency, interfaith sintua-tua marriages are categorized as ’urf fasid (corrupt custom) and are therefore prohibited. From the perspective of positive law, these marriages lack legal validity since they are not officially registered. Within the framework of maqashid al-shari‘ah, interfaith sintua-tua marriages undermine hifz al-din (protection of religion) and hifz al-nasl (protection of lineage), making them both socially and religiously detrimental.

Downloads

Published

2025-08-31

How to Cite

Ahmad Yasir Sinulingga, Ibnu Radwan Siddik Turnip, and Heri Firmansyah. 2025. “PRAKTIK PERKAWINAN SAH SINTUA-TUA PADA MASYRAKAT MUSLIM KARO PERSPEKTIF ULAMA KABUPATEN DAIRI”. Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 13 (9):1902-23. https://doi.org/10.24843/KS.2025.v13.i09.p04.

Issue

Section

Articles

Most read articles by the same author(s)